Minggu, 20 Januari 2013

Bergizi Dahulu, Berpendidikan Kemudian


          Saya punya pengalaman unik sehubungan tentang gizi. Maka izinkan saya menceritakan pengalaman tersebut sebelum saya menulis tentang gizi maupun kecerdasan dan tumbuh kembang anak. Saya berharap pengalaman tersebut bisa mengantar kita jauh lebih siap untuk mulai membahas tentang gizi.
           Kebetulan beberapa bulan terakhir, saya berlangganan dengan tiga penjaja gorengan. Mereka bertiga masih berumur cukup belia. Taksirku mereka baru berumur kurang dari 10 tahun. Meskipun masih cukup muda namun mereka harus bekerja karena tuntutan ekonomi. Ibunya pun berjualan nasi kuning dan menjadi langgananku pula. Sedang ayahnya berprofesi sebagai tukang ojek.
Tubuh ketiga penjaja gorengan bersaudara tersebut terbilang kurus. Matanya sayu. Wajahnya pun serupa kekurangan darah. Penampilan fisik mereka tampak kurang sehat. 


Foto tiga anak penjual gorengan langgananku. Mereka termasuk anak-anak yang kekurangan suplai gizi. Foto oleh: Imam Hidayat

Pernah sekali waktu aku iseng bertanya tentang menu makanan mereka pada ibunyaa. Kebetulan ibunya bekerja sebagai penjual nasi kuning. Jawabannya cukup fenomenal, “Makanan bergizi itu hanya untuk orang kaya. Kami orang miskin bisa kenyang saja sudah syukur,” begitulah jawabnya.
Kucoba pula bertanya tentang zat besi dan seng. Mendengar pertanyaanku itu, ia langsung tertawa dan berkata, “Mau ngasih makan anak atau mau buat rumah Nak ???” Akupun sontak tertawa mendengan jawaban lugunya.
Kebanyakan rakyat kecil seperti mereka hanya mengenal besi dan seng sebagai bahan bangunan. Bukan sebagai mineral yang dibutuhkan oleh tubuh. Tak mengherankan jika banyak kasus kekurangan zat besi dan seng di negara kita.
Kuingat salah seorang kawan yang kuliah di jurusan gizi pernah memaparkan padaku tentang  kekurangan gizi, termasuk kekurangan zat besi dan seng.
“Setidaknya ada 40-50 % anak yang kekurangan zat besi di Indonesia. Sedang untuk kasus kekurangan seng (zink) berkisar 40-45 % anak. Ini berdasarkan data dari Spire Research and Consulting kawan,” tuturnya waktu itu.
Meskipun dua mineral ini termasuk gizi mikro. Namun kekurangan zat ini ternyata mendatangkan beberapa ancaman yang tidak sedikit. Sebut saja anemia, rambut rontok, penurunan imunitas sehingga mudah terserang penyakit, serta hambatan pertumbuhan tubuh dan otak.
Mineral seng dan besi hanyalah salah satu di antara kasus kekurangan gizi. Sebenarnya masih banyak kasus-kasus lain, baik itu kekurangan vitamin maupun mineral.

Karikatur tentang zat besi dan seng. Karikatur oleh: Imam Hidayat
 
Rahasia Cerdas Bangsa Eropa
Tahukah bahwa bangsa Eropa lebih memilih berhutang dibanding harus melihat anaknya kekurangan asupan gizi ? Mereka mati-matian mencukupi gizi anak-anak mereka sejak dini. Terutama selama 5 tahun pertama anaknya termasuk sejak di dalam kandungan. Mereka juga telah menyiapkan lingkungan yang sangat kondusif untuk menstimulasi kecerdasan anak-anaknya. Bahkan orang tua mereka yang perokok, berhenti merokok, agar anaknya tumbuh dalam lingkungan yang sehat. The first five years more important than later. Kecukupan gizi adalah harga mati bagi mereka.
Bagi para orang tua bangsa Eropa maupun Yahudi. “Kecerdasan itu tidak dilahirkan melainkan diciptakan”. Oleh karena itu, kecukupan nutrisi sejak awal telah menjadi prioritas utama bagi anak-anak mereka. Sebab dengan otak yang sehat, tentu anak-anak mereka akan jauh lebih siap mengengyam pendidikan. Dan kebiasaan tersebut telah mengakar bahkan telah menjadi budaya bagi bangsa Eropa sejak dulu. Sehingga tak mengherankan jika banyak orang-orang cerdas yang terlahir dari Benua Eropa.

Anak-anak yang bersekolah di Akademi Sepak Bola Barcelona. Para siswa akademi sepak bola klub raksasa Spanyol tersebut disuplai dengan gizi yang cukup demi perkembangan otak dan tubuhnya. Tak mengherankan jika banyak pemain hebat sekelas Lionel Messi yang lahir dari akademi tersebut. Sumber foto: http://www.fcbarcelona.com

 
Kebijakan Baru
              Bila kita sedikit jeli melihat, kita tentu sudah dapat menarik satu kesimpulan. Kesimpulan bahwa ternyata kecukupan nutrisi di usia awal sangat memengaruhi tingkat kecerdasan anak. Pendeknya, gizi berhubungan erat dengan proses pembentukan kecerdasan. Berarti pendidikan yang hakikatnya bertujuan mencerdaskan harus mampu memenuhi gizi setiap anak bangsa ini, agar  tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa bisa tercapai.
              Namun sayangnya, kedua masalah tersebut diatur oleh dua departemen yang berbeda. Dimana pendidikan dibawah kekuasaan Departemen Pendidikan, sedang masalah gizi ‘diasuh’ oleh Departemen Kasehatan. Sehingga, hampir tidak ada kordinasi terkait kedua permasalahan tersebut. Masing-masing departemen sibuk dengan program masing-masing.
              Kita mengenal program Wajib Belajar 12 tahun, yang berasal dari dana 20% APBN. Namun kita tidak banyak tahu, berapa banyak dana untuk memenuhi gizi setiap anak di negara kita. Kita hanya terus sibuk mengurusi pendidikan, namun jarang memerhatikan kecukupan gizi peserta didik. Padahal dana 20% dari APBN tersebut akan menjadi sia-sia jika peserta didik tidak dapat mengoptimalkan pendidikan hanya karena permasalahan gizi.
              Bisa kita bayangkan jika 40-50 % anak yang kekurangan zat besi dan 40-45% yang kekurangan seng di Indonesia (berdasarkan data) memasuki usia sekolah. Berarti paling tidak setengah dari jumlah peserta didik di Indonesia mengalami gangguan tumbuh kembang otak. Bagaimana mungkin mereka bisa mengoptimalkan pendidikan 12 tahun dengan kondisi demikian. Belum lagi bila menghitung jumlah anak yang menderita kekurangan gizi lainnya. Berarti begitu banyak uang yang telah kita hamburkan sia-sia di sektor pendidikan hanya karena lalai mengawal permasalahan gizi.
            Seharusnya program pendidikan Wajib Belajar 12 tahun diawali dengan program Wajib Bergizi 5 tahun, agar anak-anak bangsa ini bisa menikmati 12 tahun belajar dengan otak yang sehat dan cerdas. Seharusnya kita mengusung tema “Bergizi Dahulu, Berpendidikan Kemudian” untuk mencapai cita-cita negara yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.
 
Solusi Mead Johnson
            Ada makna yang sangat besar dalam tagline Mead Johnson yang berbunyi: “Nourishing the World’s Children for  the Best Start in Life”

          Tagline tersebut betul-betul sangat pro terhadap tumbuh kembang anak. Dimana tagline Mead Johnson tersebut memiliki visi untuk menciptakan etape awal kehidupan yang terbaik bagi anak–anak di seluruh dunia dengan gizi.
       Tentu visi dari tagline Mead Johnson tersebut tidak sekadar bunyi, sebab Mead Johnson membuktikannya secara nyata dengan tiga produk susu formulanya. Yakni susu formula EnfaMama A+, Enfagrow A+, dan Enfakid. Ketiga produk tersebut  adalah upaya nyata Mead Johnson  dalam menciptakan The Start in Life for All Children.
            Tentu rahasia cerdas bangsa Eropa telah dibayar tuntas oleh Mead Johnson dengan ketiga produk tersebut. Dimana dengan EnfaMama A+, setiap calon bayi telah diberikan nutrisi yang cukup sejak dalam kandungan. Karena EnfaMama A+ diperuntukkan bagi ibu hamil. Sehingga dengan EnfaMama A+ Mead Johnson sudah berdedikasi dalam mencukupi nutrisi satiap anak.
            Dan Enfagrow A+ dengan 9 jenis vitamin dilengkapi mineral termasuk zat besi dan seng menjadi susu formula yang sangat baik bagi setiap anak yang berusia 1-3 tahun. Dengan kelengkapan nutrisi seperti ini, Enfagrow A+ akan menjadi susu yang sangat membantu dalam mencerdaskan otak anak. Sedang Enfakid menjadi ujung tombak penyuplai nutrisi bagi anak berumur 3-12 tahun. 


Susu Enfagrow dan Enfakid

Informasi nilai gizi yang dikandung oleh Enfagrow

            Berarti ketiga susu formula andalan Mead Johnson tersebut betul-betul telah mengcover kebutuhan gizi anak selama 12 tahun pertama. Jauh melebihi target bangsa Eropa yang menargetkan 5 tahun pertama. Sehingga Mead Johnson telah membantu upaya dalam mencetak generasi-generasi emas untuk bangsa. Terima Kasih Mead Johnson.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar