Saya punya pengalaman unik sehubungan tentang gizi. Maka
izinkan saya menceritakan pengalaman tersebut sebelum saya menulis tentang gizi
maupun kecerdasan dan tumbuh kembang anak. Saya berharap pengalaman tersebut bisa mengantar
kita jauh lebih siap untuk mulai membahas tentang gizi.
Kebetulan
beberapa bulan terakhir, saya berlangganan dengan tiga penjaja gorengan. Mereka
bertiga masih berumur cukup belia. Taksirku mereka baru berumur kurang dari 10
tahun. Meskipun masih cukup muda namun mereka harus bekerja karena tuntutan
ekonomi. Ibunya pun berjualan nasi kuning dan menjadi langgananku pula. Sedang
ayahnya berprofesi sebagai tukang ojek.
Tubuh ketiga penjaja
gorengan bersaudara tersebut terbilang kurus. Matanya sayu. Wajahnya pun serupa
kekurangan darah. Penampilan fisik mereka tampak kurang sehat.
Foto tiga anak penjual gorengan langgananku. Mereka termasuk anak-anak yang kekurangan suplai gizi. Foto oleh: Imam Hidayat |
Pernah sekali waktu aku
iseng bertanya tentang menu makanan mereka pada ibunyaa. Kebetulan ibunya
bekerja sebagai penjual nasi kuning. Jawabannya cukup fenomenal, “Makanan
bergizi itu hanya untuk orang kaya. Kami orang miskin bisa kenyang saja sudah
syukur,” begitulah jawabnya.
Kucoba pula bertanya
tentang zat besi dan seng. Mendengar pertanyaanku itu, ia langsung tertawa dan
berkata, “Mau ngasih makan anak atau
mau buat rumah Nak ???” Akupun sontak tertawa mendengan jawaban lugunya.
Kebanyakan rakyat kecil
seperti mereka hanya mengenal besi dan seng sebagai bahan bangunan. Bukan
sebagai mineral yang dibutuhkan oleh tubuh. Tak mengherankan jika banyak kasus
kekurangan zat besi dan seng di negara kita.
Kuingat salah seorang
kawan yang kuliah di jurusan gizi pernah memaparkan padaku tentang kekurangan gizi, termasuk kekurangan zat besi
dan seng.
“Setidaknya ada 40-50 %
anak yang kekurangan zat besi di Indonesia. Sedang untuk kasus kekurangan seng
(zink) berkisar 40-45 % anak. Ini berdasarkan data dari Spire Research and
Consulting kawan,” tuturnya waktu itu.
Meskipun dua mineral
ini termasuk gizi mikro. Namun kekurangan zat ini ternyata mendatangkan
beberapa ancaman yang tidak sedikit. Sebut saja anemia, rambut rontok,
penurunan imunitas sehingga mudah terserang penyakit, serta hambatan pertumbuhan
tubuh dan otak.
Mineral seng dan besi
hanyalah salah satu di antara kasus kekurangan gizi. Sebenarnya masih banyak
kasus-kasus lain, baik itu kekurangan vitamin maupun mineral.
Karikatur tentang zat besi dan seng. Karikatur oleh: Imam Hidayat |
Rahasia
Cerdas Bangsa Eropa
Tahukah bahwa bangsa
Eropa lebih memilih berhutang dibanding harus melihat anaknya kekurangan asupan
gizi ? Mereka mati-matian mencukupi gizi anak-anak mereka sejak dini. Terutama
selama 5 tahun pertama anaknya termasuk sejak di dalam kandungan. Mereka juga
telah menyiapkan lingkungan yang sangat kondusif untuk menstimulasi kecerdasan
anak-anaknya. Bahkan orang tua mereka yang perokok, berhenti merokok, agar
anaknya tumbuh dalam lingkungan yang sehat. The
first five years more important than later. Kecukupan gizi adalah harga
mati bagi mereka.
Bagi para orang tua
bangsa Eropa maupun Yahudi. “Kecerdasan itu tidak dilahirkan melainkan
diciptakan”. Oleh karena itu, kecukupan nutrisi sejak awal telah menjadi
prioritas utama bagi anak-anak mereka. Sebab dengan otak yang sehat, tentu
anak-anak mereka akan jauh lebih siap mengengyam pendidikan. Dan kebiasaan
tersebut telah mengakar bahkan telah menjadi budaya bagi bangsa Eropa sejak
dulu. Sehingga tak mengherankan jika banyak orang-orang cerdas yang terlahir
dari Benua Eropa.
Kebijakan
Baru
Bila kita
sedikit jeli melihat, kita tentu sudah dapat menarik satu kesimpulan.
Kesimpulan bahwa ternyata kecukupan nutrisi di usia awal sangat memengaruhi
tingkat kecerdasan anak. Pendeknya, gizi berhubungan erat dengan proses pembentukan
kecerdasan. Berarti pendidikan yang hakikatnya bertujuan mencerdaskan harus
mampu memenuhi gizi setiap anak bangsa ini, agar tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa bisa
tercapai.
Namun
sayangnya, kedua masalah tersebut diatur oleh dua departemen yang berbeda.
Dimana pendidikan dibawah kekuasaan Departemen Pendidikan, sedang masalah gizi
‘diasuh’ oleh Departemen Kasehatan. Sehingga, hampir tidak ada kordinasi
terkait kedua permasalahan tersebut. Masing-masing departemen sibuk dengan
program masing-masing.
Kita mengenal
program Wajib Belajar 12 tahun, yang berasal dari dana 20% APBN. Namun kita
tidak banyak tahu, berapa banyak dana untuk memenuhi gizi setiap anak di negara
kita. Kita hanya terus sibuk mengurusi pendidikan, namun jarang memerhatikan
kecukupan gizi peserta didik. Padahal dana 20% dari APBN tersebut akan menjadi
sia-sia jika peserta didik tidak dapat mengoptimalkan pendidikan hanya karena
permasalahan gizi.
Bisa kita
bayangkan jika 40-50 % anak
yang kekurangan zat besi dan 40-45% yang kekurangan seng di Indonesia
(berdasarkan data) memasuki usia sekolah. Berarti paling tidak setengah dari
jumlah peserta didik di Indonesia mengalami gangguan tumbuh kembang otak. Bagaimana
mungkin mereka bisa mengoptimalkan pendidikan 12 tahun dengan kondisi demikian.
Belum lagi bila menghitung jumlah anak yang menderita kekurangan gizi lainnya.
Berarti begitu banyak uang yang telah kita hamburkan sia-sia di sektor
pendidikan hanya karena lalai mengawal permasalahan gizi.
Seharusnya program pendidikan Wajib
Belajar 12 tahun diawali dengan program Wajib Bergizi 5 tahun, agar anak-anak
bangsa ini bisa menikmati 12 tahun belajar dengan otak yang sehat dan cerdas.
Seharusnya kita mengusung tema “Bergizi Dahulu, Berpendidikan Kemudian” untuk
mencapai cita-cita negara yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.
Solusi Mead Johnson
Ada makna yang sangat besar dalam
tagline Mead
Johnson yang berbunyi: “Nourishing the World’s Children for
the Best Start in Life”
Tagline
tersebut betul-betul sangat pro terhadap tumbuh kembang anak. Dimana tagline Mead Johnson tersebut memiliki visi untuk menciptakan etape awal kehidupan yang
terbaik bagi anak–anak di seluruh dunia dengan gizi.
Tentu visi dari tagline Mead
Johnson tersebut tidak sekadar bunyi, sebab Mead
Johnson membuktikannya secara nyata dengan tiga
produk susu formulanya. Yakni susu formula EnfaMama A+, Enfagrow A+, dan Enfakid. Ketiga produk tersebut
adalah upaya nyata Mead
Johnson dalam
menciptakan The Start in Life for All
Children.
Tentu rahasia cerdas bangsa Eropa
telah dibayar tuntas oleh Mead
Johnson dengan ketiga produk tersebut. Dimana dengan EnfaMama A+, setiap calon bayi telah diberikan nutrisi yang cukup sejak
dalam kandungan. Karena EnfaMama A+ diperuntukkan bagi ibu hamil. Sehingga dengan EnfaMama A+
Mead Johnson sudah berdedikasi dalam mencukupi nutrisi satiap anak.
Dan Enfagrow A+ dengan 9 jenis vitamin dilengkapi mineral termasuk zat besi
dan seng menjadi susu formula yang sangat baik bagi setiap anak yang berusia
1-3 tahun. Dengan kelengkapan nutrisi seperti ini, Enfagrow A+ akan menjadi susu yang sangat membantu dalam mencerdaskan otak anak. Sedang Enfakid menjadi ujung tombak penyuplai nutrisi bagi anak berumur 3-12
tahun.
Susu Enfagrow dan Enfakid |
Informasi nilai gizi yang dikandung oleh Enfagrow |
Berarti ketiga susu formula andalan Mead
Johnson tersebut betul-betul telah mengcover kebutuhan
gizi anak selama 12 tahun pertama. Jauh melebihi target bangsa Eropa yang
menargetkan 5 tahun pertama. Sehingga Mead
Johnson telah membantu upaya dalam mencetak
generasi-generasi emas untuk bangsa. Terima Kasih Mead
Johnson.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar