Senin, 16 Juli 2012

Paku, RTH, dan Kota Daeng


Hijau: Pemandangan hijau sajian dari Kampus Universitas Hasanuddin. Kampus yang berjuluk Red Campus tersebut menjadi penyumbang RTH terbesar kedua Makassar setelah Kantor Gubernur Sulsel. Foto: Majalahversi.com


            Tepat pada tanggal 23 November 2011 lalu Wali Kota Makassar, Ilham Arif Sirajuddin menerima penghargaan atas terpilihnya Makssar sebagai kota dengan udara terbersih se-Asia Tenggara di Bali. Tentu penghargaan ini menjadi kebanggaan tersediri untuk Kota Daeng, mampu menyisihkan ribuan kota di Asie Tenggara. Namun, dibalik terpilihnya Kota Makssar sebagai kota dengan udara terbersih se-Asia Tenggara ternyata ada hal yang masih mengganjal.


            Ternyata Kota Makassar minim Ruang Terbuka Hijau (RTH). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Universitas Hasanuddin, RTH Kota Makassar kian tahun kian menurun. Bahkan menurut hasil studi JICA (Japan International Cooperation Agency) mengungkap kalau kawasan RTH hanya tiga persen dari luas Kota Makassar, jauh dari angka ideal yang disyaratkan dalam Undang-Undang Penataan Ruang, yakni 30 %. Tentu kondisi ini sangat mengancam atau bahkan paradoksial dengan status Makassar sebagai kota dengan udara terbersih se-Asia Tenggara. Sebab kualitas udara tentu berbanding lurus dengan jumlah RTH. Apa lagi kondisi akumulasi kendaraan di Kota Makassar kian hari kian melonjak.

            Mempertahankan gelar sebagai kota dengan udara terbersih sebenarnya bukalah tujan utama namun lebih kepada kenyamanan dan kesehatan warga Kota Makassar. Sebab gelar hanyalah simbolis yang hanya terasa secara prestise semata sedang manfaat yang ditumbulkan jauh lebih penting.



Cabut Paku

            Banyak hal yang memengaruhi menurunnya RTH di Kota Makassar. Selain karena arah kebijakan Pemkot yang terpusat pada pertumbuhan perekonomian dan memarginalkan kebijakan ke arah lingkungan. Ternyata masyarakat –termasuk pemerintah- juga ikut memperburuk situasi dengan tidak menjaga dan merawat pohon yang ada di Kota Makassar.

            Coba tengok sesekali barisan pohon peneduh disepanjang ruas jalan di Makassar. Tak jarang terlihat tempelan-tempelan yang tak seharusnya ada di batang pohon. Mulai dari iklan promosi WC buntu hingga famplet wajah-wajah pemerintah. Tentu tempelan ini menggunakan paku yang notabenenya akan merusak pohon. Fenomena ini terlihat di beberapa jalan besar di Kota Makassar.

            Penggunaan paku pada batang pohon akan menyebabkan fisiologis jaringan pada batang pohon terganggu. Sebab paku yang merupakan bahan logam akan merusak jaringan ataupun sel bahkan mengakibatkan terjadi nekrosis atau kematian pada sel dan jaringan. Hal ini akan menyebabkan infeksi pada pohon dan membuat pohon menjadi sakit  atau bahkan ranting pohon menjadi mati. Apa lagi menggunakan paku yang berkarat, dampak yang ditimbulkannya akan lebih buruk lagi.

            Tak hanya itu, jika paku menancap pada batang pohon berkambium, maka pengeroposan pada batang akan menjadi lebih cepat. Dampaknya tentu akan memicu tumbangnya pohon. Jika hal ini terjadi, tak hanya akan menurunkan jumlah RTH namun akan menimbulkan beberapa kerugian lain, salah satunya menimbulkan korban jiwa serta kerugian secara ekonomi. Namun perlu dicatat, andai kata pun paku tak merusak pohon tetap saja tempelan-tempelan tak seharusnya ada sebab tentu  tak sedap dipandang.

            Seharusnya fenomena paku ini menjadi perhatian pemerintah, bukan justru ikut menambah paku dengan tempelan-tempelan kampanye politik. Janganlah pohon yang merupakan penghasil oksigen justru menjadi alat kampanye liar. Dan seharusnya ada aturan tertulis mengenai ini, jangan hanya penebangan pohon yang memiliki peraturan.



Prioritas 

            Kebanyakan masyarakat telah  mengetahui bahwa pohon merupakan penghasil oksigen dan membantu mengurangi polusi. Selain itu, kota sebesar Makassar yang digadang-gadang akan menjadi kota dunia ini masih sering mengalami banjir. Dengan pohon yang mmenuhi setiap sudut kota akan mampu mengompres kelebihan air setiap kali hujan turun sehingga meminimalkan terjadinya banjir.

            Namun bagi sebagian masyarakat –termasuk pemerintah- masih terkesan kurang memprioritaskan penanaman pohon. Hal ini terlihat dengan seabrek kegiatan penanaman yang bersifat momentum dan kasuistik. Penanaman dilakukan jika ada moment yang tepat, misalnya pada perayaan hari bumi dan hari-hari lain yang serupa. Padahal sebatang pohon memliki manfaat yang kontinu bukan momentum. 

            Tak hanya itu, pemerintah kota harus lebih menggambarkan secara jelas konsep penataan RTH. Jangan hanya beberapa zona saja yang menjadi konseptor RTH, semisal hanya zona kampus dan beberapa instansi pemerintahan. Namun, adalah lebih ideal jika ada penambahan taman kota yang dilengkapi dengan pepeohonan. Selain menambah jumlah RTH, fasilitas publik yang nyaman tentu makin menambah kenyamanan warga Kota Makassar.

            Namun sebelum menanam pohon peneduh ada banyak hal yang patut dipertimbangka. Pertama adalah pemilihan jenis pohon. Kebanyakan pohon yang sering dijadikan pohon peneduh adalah pohon angsana karena tipe pohon ini memang pohn yang lebat. Namun di sisi lain pohon dengan nama latin Pterocarpus indicus ini termasuk pohon ‘fast grow’ atau pertumbuhannya cepat sehingga usianya agak pendek dan mudah tumbang.  

Selain faktor usia, yang patut diperhatikan adalah jenis pohon yang jauh lebih banyak menyerap polusi. Agar polusi Koat Makassar dapat terserap oleh pohon, dan tentunya akan menambah kenyamanan warga. Banyak jenis pohon yang memiliki kriteria seperti ini, misalnya pohon Tanjung. Pohon jenis ini adalah pohon yang direkomendasikan sebagai pohon lindung perkotaan di hampir seluruh dunia dan umurnya pun relatif panjang, yakni sekitar 100 tahun. Namun pohon yang berasal dari India ini masih kurang di kota Makassar.

Pertimbangan lain yang tak kalah penting dalam memilih pohon peneduh adalah kemampuan menyerap kebisingan dan air genangan. Mengingat Kota Makassar merupakan kota yang padat kendaraan serta rawan ancaman banjir, tentu pohon peneduh yang ditanam harus mampu meredam kebisingan dan menyerap genangan air. Jenis pohon yang memiliki dua kemampuan tersebut adalah pohon yang memiliki tajuk tebal dengan daun yang rindang seperti pohon Kiara Payung termasuk pula pohon Tanjung. Jika beberapa pertimbangan di atas terpenuhi tentu akan tercipta kota dunia yang hijau dan nyaman. Hanya saja butuh komitmen yang jelas serta prioritas dari pemerintah agar hal ini terwujud.
           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar