Senin, 23 April 2012

Pasar Tradisional atau Pasar Modern ???


                                                                
Sibuk: Seorang pedagang Cabai yang menjajakan dagangannya di Pasar Terong sibuk menyortir cabainya, Sabtu (21/4/2012). Foto: Imam Hidayat
            
             Ada sebuah jalan yang sangat unik dibanding jalan lain di seantero Kota Daeng. Jalan yang berhulu di Jl. Gunung Bawakaraeng ini panjangnya tak lebih dari 200 meter. Tak seperti jalan lain pada umumnya, pagi-pagi buta jalan ini tiap harinya telah ramai disesaki wagra Makassar, bahkan ada beberapa dari luar Makassar misalnya warga Kabupaten Maros dan Gowa yang khusus datang ke jalan ini.
            Yang membuat jalan ini berbeda dengan jalan lain pada umumnya adalah karena di sepanjang jalan ini setiap harinya akan dipenuhi oleh pedagang sayur, buah, serta sembako. Pembelinya pun turut andil meramaikan lokasi ini. Aneka buah dan sayur yang dijual di jalan ini pun tak kalah variatif dibanding buah dan sayur yang dijajakan di super atau mini market  yang saat ini menjamuri Kota Makassar.  Yah, lokasi ini tak lain adalah Jl. Terong atau warga Makassar lebih mengenalnya dengan nama Pasar Terong. Nama pasar ini tentu diambil dari nama asli jalan tersebut, sebab pada awalnya lokasi ini bukanlah pasar namun karena letaknya yang strategis dan terlanjur membumi sebagai tempat jual beli sayur maka masyarakat setempat menyebutnya sebagai pasar. Dulu waktu awal merantau di Makassar (untuk kuliah) saya berpikir bahwa Pasar Terong hanya menjajakan satu jenis produk saja yaitu terong (hahahahaha). Tapi ketika diajak oleh seorang teman bernama Sirajuddin untuk berbelanja di Pasar Terong (maklum, siraj adalah Ibu rumah tangga, sedang hariadi adalah Kepala Keluarga, hahahahaha) saya baru tahu bahwa pasar terong menjajakan beraneka buah dan sayur.
                Pasar tardisonal semacam pasar Terong mungkin bagi sebagian orang yang memliki taraf ekonomi menengah ke bawah sangatlah dirasakan manfaatnya, bahkan keperluan bahan rumah tangga berupa sembako digantungkan keberadaannya pada pasar tradisional. Alasannya tentu tak lain karena keterjangkauan lokasi serta harga di pasar tardisonal menjadi daya tarik bagi masyarakat menengah ke bawah. Selain itu, ratusan pedagang yang merupakan petani juga datang langsung menjajakan hasil panennya sendiri.
            Keberadaan pasar tradisional di Kota Makassar saat ini memang sedikit terpinggirkan karena kehadiran mall serta mini market yang kini bertunas di mana-mana. Alhasil beberapa pelanggan setia pasar tardisional pun beralih pada mii market yang menawarkan produk yang katanya lebih berkualitas serta dijamin kebersihannya. Padahal produk yang dijajakan di pasar tradisonal dan mini market sama-sama berasal dari produk lokal, hanya saja produk mini market didistribusikan oleh supplier.

Aneka: Seorang pengunjung menyusuri produk buah dan sayur yang beraneka ragam di sebuah mini market, Minggu (22/04/2012). Foto: Imam Hidayat

             Produk buah dan sayur yang dijual di mini market memang secara fisik kelihatan lebih baik dan lebih segar dibanding yang dijajakan di pasar-pasar tardisional. Hal tersebut dikarenakan produk mini market diberikan perlakuan yang lebih dibanding buah milik pedagang tradisonal, misalnya pengepakan dengan plastik serta peletakan di ruang bersuhu rendah sehingga kadar air buah dan sayur menjadi terkontrol. Selain itu, degradasi kualitas buah karena laju oksidasi menjadi terhambat sehingga kesegaran buah menjadi terjaga.

Segar: Deretan buah pear yang tampak segar dipajang di sebuah mini market Kota Makassar, Minggu (22/04/2012). Suhu rendah di tempat pajangan produk mini market membuat kesegaran buah menjadi lebih tahan lama.Foto: Imam Hidayat

              
                 Selain perlakuan pengepakan serta pengontrolan suhu, mini market juga melakukan penyortiran secara berkala dimana buah yang telah berubah kenampakan fisiknya dan sudah kurang segar diganti dengan buah yang masih segar yang langsung disuplai oleh supplier. Sedang buah yang telah diganti tadi dijadikan makanan jadi sehingga tidak ada produk yang terbuang. Namun terkadang, pihak mini market juga melakukan pemusnahan bila jumlah produk yang tidak laku terlampaui banyak.

Teliti: Seorang pengunjung mini market memerhatikan cabai merah dan hijau untuk memastikan kesegaran dan kualitas, Minggu (22/04/2012).Foto: Imam Hidayat
 
            Produk buah dan sayur mini market memang sebagian besar segar namun tentu harga yang ditawarkan jauh lebih tinggi dibanding harga di pasar tardisional. Perbedaan harga inilah yang menjadi perbandingan sendiri bagi setiap pembeli. Selain tinggi, harga yang ditawarkan oleh mini market tidak mengenal tawar-menawar sebab harga di mini market merupakan absolute price atau harga mutlak. Jadi ketika hendak berbelanja di mini market, tak ada istilah tawar menawar. Mengharap menawar harga di mini market sama saja memeras jerami mengharap santan (hehehehe). 
Selain menawar harga, beberapa produk mini market juga tak kenal dengan istilah tawar volume barang. Misalnya, hendak membeli tauge, mini market telah mengemasnya dalam satu wadah khusus dengan berat tertentu, mislanya 50 gram. Jadi tak ada pilihan lain, kita harus membelinya dalam jumlah tersebut. Tidak seperti di pasar tradisional yang bisa menawar jumlah barang, misalnya setengah kilogram, atau bahkan satu kantongan kecil saja sesuai keinginan. Jadi ketika berbelanja di mini market Jangan harap ada kata, “sedikit saja Taugenya, cukup lima ratus rupiah saja.” (Hahahaha). 

Tawar: Seorang pembeli menawar harga pisang di sebuah pasar di pinggiran Jl. Perintis Kemerdekaan, Minggu (22/04/2012). Pasar ini menjajakan beraneka macam jenis pisang dengan harga murah dan tetap mengenal istilah tawar harga, (heheheh.  Foto: Imam Hidayat
          
               Harga serta banyaknya barang yang dapat ditawar adalah keuntungan yang diperoleh jika berbelanja di pasar tradisional. Meskipun beberapa orang memandang bahwa harga buah dan sayur di pasar terdisional murah karena kualitas produknya juga kurang ternyata tak sepenuhnya benar. Sebab, produk yang dijual oleh beberapa mini market dan pedagan pasar tardisonal sebenarnya berasal dari satu lokasi. Misalnya kentang, rata-rata berasal dari Malino, hanya saja kebersihan produk mini market mungkin jauh lebih baik karena didistribusikan oleh supplier. Namun, tidak menjadi hal yang mesti dikhawatirkan sebab semua buah dan sayur yang kita beli tentu kita cuci terlebih dahulu sebelum dikonsumsi, apa lagi sayaur yang notabenenya harsu di masak terlebih dahulu. Jadi masalah kebersihan produk tidaklah menjadi masalah yang terlalu berarti.

Lihat: seorang mahasiswi Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin sedang memerhatikan produk yang dipajang oleh sebuah mini market di pusat Kota Makassar, Minggu (22/04/2012).Foto: Imam Hidayat
     
         Keuntungan lain yang bisa di dapat dengan berbelanja di pasar tradisional adalah terbangunnya kontak sosial dalam proses jual beli serta tawar menawar. Sebab, pasar termasur wadah dalam proses sosialisasi masyarakat. Istri yang biasanya hanya di rumah menunggu suaminya pulang kerja (asyikkkkk .....) bisa bersosialisasi dengan masyarakat luar ketika berbelanja di pasar tradisional. Dan banyak orang yang tidak menyadari bahwa ekonomi suatu rumah tangga sangat bergantung kepada cara seorang istri mengatur keuangan, dan kemampuan istri mengatur keuangan sangatlah ditentukan oleh kemampuannya dalam tawar-menawar harga barang (menawar bukan berarti pelit). Terima atau tidak, kemampuan tawar-menawar adalah softskill  kini mulai luntur di kalangan istri di beberapa kota besar.






Created by: Imamu Hidate






1 komentar:

  1. keren bro,,, asyik sekali, kali ini saya jadi seorang rumah tangga dan hariadi sebagai kepala rumah tangga dan si Muddar adalah anaknya,, ha ha ha

    BalasHapus