Sibuk: Seorang pedagang Cabai yang menjajakan dagangannya di Pasar Terong sibuk menyortir cabainya, Sabtu (21/4/2012). Foto: Imam Hidayat |
Ada sebuah jalan yang sangat unik dibanding jalan lain di seantero Kota Daeng. Jalan yang berhulu di Jl. Gunung Bawakaraeng ini panjangnya tak lebih dari 200 meter. Tak seperti jalan lain pada umumnya, pagi-pagi buta jalan ini tiap harinya telah ramai disesaki wagra Makassar, bahkan ada beberapa dari luar Makassar misalnya warga Kabupaten Maros dan Gowa yang khusus datang ke jalan ini.
Yang membuat jalan ini berbeda
dengan jalan lain pada umumnya adalah karena di sepanjang jalan ini setiap
harinya akan dipenuhi oleh pedagang sayur, buah, serta sembako. Pembelinya pun
turut andil meramaikan lokasi ini. Aneka buah dan sayur yang dijual di jalan
ini pun tak kalah variatif dibanding buah dan sayur yang dijajakan di super
atau mini market yang saat ini menjamuri Kota Makassar. Yah, lokasi ini tak lain adalah Jl. Terong
atau warga Makassar lebih mengenalnya dengan nama Pasar Terong. Nama pasar ini tentu
diambil dari nama asli jalan tersebut, sebab pada awalnya lokasi ini bukanlah
pasar namun karena letaknya yang strategis dan terlanjur membumi sebagai tempat
jual beli sayur maka masyarakat setempat menyebutnya sebagai pasar. Dulu waktu
awal merantau di Makassar (untuk kuliah) saya berpikir bahwa Pasar Terong hanya
menjajakan satu jenis produk saja yaitu terong (hahahahaha). Tapi ketika diajak
oleh seorang teman bernama Sirajuddin untuk berbelanja di Pasar Terong (maklum,
siraj adalah Ibu rumah tangga, sedang hariadi adalah Kepala Keluarga,
hahahahaha) saya baru tahu bahwa pasar terong menjajakan beraneka buah dan
sayur.
Pasar
tardisonal semacam pasar Terong mungkin bagi sebagian orang yang memliki taraf
ekonomi menengah ke bawah sangatlah dirasakan manfaatnya, bahkan keperluan
bahan rumah tangga berupa sembako digantungkan keberadaannya pada pasar
tradisional. Alasannya tentu tak lain karena keterjangkauan lokasi serta harga
di pasar tardisonal menjadi daya tarik bagi masyarakat menengah ke bawah.
Selain itu, ratusan pedagang yang merupakan petani juga datang langsung
menjajakan hasil panennya sendiri.
Keberadaan pasar tradisional di Kota
Makassar saat ini memang sedikit terpinggirkan karena kehadiran mall serta mini
market yang kini bertunas di mana-mana. Alhasil beberapa pelanggan setia pasar
tardisional pun beralih pada mii market yang menawarkan produk yang katanya
lebih berkualitas serta dijamin kebersihannya. Padahal produk yang dijajakan di
pasar tradisonal dan mini market sama-sama berasal dari produk lokal, hanya
saja produk mini market didistribusikan oleh supplier.
Aneka: Seorang pengunjung menyusuri produk buah dan sayur yang beraneka ragam di sebuah mini market, Minggu (22/04/2012). Foto: Imam Hidayat |
Produk buah dan sayur yang dijual di mini market memang secara fisik kelihatan lebih baik dan lebih segar dibanding yang dijajakan di pasar-pasar tardisional. Hal tersebut dikarenakan produk mini market diberikan perlakuan yang lebih dibanding buah milik pedagang tradisonal, misalnya pengepakan dengan plastik serta peletakan di ruang bersuhu rendah sehingga kadar air buah dan sayur menjadi terkontrol. Selain itu, degradasi kualitas buah karena laju oksidasi menjadi terhambat sehingga kesegaran buah menjadi terjaga.
Selain perlakuan pengepakan serta pengontrolan suhu, mini market juga melakukan penyortiran secara berkala dimana buah yang telah berubah kenampakan fisiknya dan sudah kurang segar diganti dengan buah yang masih segar yang langsung disuplai oleh supplier. Sedang buah yang telah diganti tadi dijadikan makanan jadi sehingga tidak ada produk yang terbuang. Namun terkadang, pihak mini market juga melakukan pemusnahan bila jumlah produk yang tidak laku terlampaui banyak.
Teliti: Seorang pengunjung mini market memerhatikan cabai merah dan hijau untuk memastikan kesegaran dan kualitas, Minggu (22/04/2012).Foto: Imam Hidayat |
Produk buah dan sayur mini market memang sebagian besar
segar namun tentu harga yang ditawarkan jauh lebih tinggi dibanding harga di
pasar tardisional. Perbedaan harga inilah yang menjadi perbandingan sendiri
bagi setiap pembeli. Selain tinggi, harga yang ditawarkan oleh mini market
tidak mengenal tawar-menawar sebab harga di mini market merupakan absolute price atau harga mutlak. Jadi
ketika hendak berbelanja di mini market, tak ada istilah tawar menawar.
Mengharap menawar harga di mini market sama saja memeras jerami mengharap
santan (hehehehe).
Selain menawar harga, beberapa produk
mini market juga tak kenal dengan istilah tawar volume barang. Misalnya, hendak
membeli tauge, mini market telah mengemasnya dalam satu wadah khusus dengan
berat tertentu, mislanya 50 gram. Jadi tak ada pilihan lain, kita harus
membelinya dalam jumlah tersebut. Tidak seperti di pasar tradisional yang bisa
menawar jumlah barang, misalnya setengah kilogram, atau bahkan satu kantongan
kecil saja sesuai keinginan. Jadi ketika berbelanja di mini market Jangan harap
ada kata, “sedikit saja Taugenya, cukup lima ratus rupiah saja.” (Hahahaha).
Harga serta banyaknya barang yang dapat ditawar adalah keuntungan yang diperoleh jika berbelanja di pasar tradisional. Meskipun beberapa orang memandang bahwa harga buah dan sayur di pasar terdisional murah karena kualitas produknya juga kurang ternyata tak sepenuhnya benar. Sebab, produk yang dijual oleh beberapa mini market dan pedagan pasar tardisonal sebenarnya berasal dari satu lokasi. Misalnya kentang, rata-rata berasal dari Malino, hanya saja kebersihan produk mini market mungkin jauh lebih baik karena didistribusikan oleh supplier. Namun, tidak menjadi hal yang mesti dikhawatirkan sebab semua buah dan sayur yang kita beli tentu kita cuci terlebih dahulu sebelum dikonsumsi, apa lagi sayaur yang notabenenya harsu di masak terlebih dahulu. Jadi masalah kebersihan produk tidaklah menjadi masalah yang terlalu berarti.
Lihat: seorang mahasiswi Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin sedang memerhatikan produk yang dipajang oleh sebuah mini market di pusat Kota Makassar, Minggu (22/04/2012).Foto: Imam Hidayat |
Keuntungan lain yang bisa di dapat dengan berbelanja di pasar tradisional adalah terbangunnya kontak sosial dalam proses jual beli serta tawar menawar. Sebab, pasar termasur wadah dalam proses sosialisasi masyarakat. Istri yang biasanya hanya di rumah menunggu suaminya pulang kerja (asyikkkkk .....) bisa bersosialisasi dengan masyarakat luar ketika berbelanja di pasar tradisional. Dan banyak orang yang tidak menyadari bahwa ekonomi suatu rumah tangga sangat bergantung kepada cara seorang istri mengatur keuangan, dan kemampuan istri mengatur keuangan sangatlah ditentukan oleh kemampuannya dalam tawar-menawar harga barang (menawar bukan berarti pelit). Terima atau tidak, kemampuan tawar-menawar adalah softskill kini mulai luntur di kalangan istri di beberapa kota besar.
Created by: Imamu Hidate
keren bro,,, asyik sekali, kali ini saya jadi seorang rumah tangga dan hariadi sebagai kepala rumah tangga dan si Muddar adalah anaknya,, ha ha ha
BalasHapus