Minggu, 29 Juli 2012

Teachers Go Green


Pernah saya mendapat pengalaman dari sepupu yang berumur tujuh tahun. Pengalaman yang berharga, unik, dan langka atau bahkan telah punah saat ini. Sederhana memang, namun pengalaman tersebut mengajariku sebuah tindakan sederhana namun sangat mulia kawan.
            Kurang lebih ceritanya seperti ini. Sepulang sekolah, sering saya melihat kantung celana sekolah sepupuku yang masih berumur tujuh tahun menggembung. Sepertinya ada benda yang sering ia taruh dalam kantong celananya itu. Awalnya hal itu tidak manarik sama sekali bagiku. Namun lama-kelamaan kantung gembungnya itu membuatku penasaran. Benda apa gerangan yang setia menggembungkan kantung celanannya itu ??? Karena terlalu lama menerka tidak jelas, akhirnya kucegat ia, dan menanyainya.
            “Hikmal !!!” aku menyapa namanya sambil jongkok dihadapannya agar wajahku tepat berada di depan wajahnya.
            “Apa kak?”
            “Bagi permennya dong !”
            “Permen apa ? Cappu mi kak ?” jawabnya (Cappu mi adalah bahasa Mandar1 yang berarti sudah habis)
            “Terus, apa yang ada dikantung celanamu ?” tanyaku selidik.
            “Pembungkus permen dan snack kak. Mau pembungkunya ?” tanyanya polos, dan membuatku heran.
            “Kenapa ditaruh di dalam kantung celana?” tanyaku lagi.
            “Karena tidak ada tempat sampah yang saya lewati waktu pulang dari sekolah. Dulu Pak guru pernah bilang, kalau tidak ada tempat sampah, disimpan di kantung celana saja dulu. Nanti kalau ada tempat sampah baru dibuang,” jawabnya datar.
Dan aku paham. Ia memang berjalan kaki pulang sekolah sekitar 200 meter. Dan sejauh pengamatanku, jalur yang ia lalui memang tak ada tempat sampah kecuali tempat sampah liar. Bahkan dia harus melewati sawah. Tentu di sawah tak ada tempat sampah. Apa lagi ia penggemar permen seperti anak kebanyakan.
                                           Sumber foto: www.jurnalpatrolinews.com

Aku kagum dengan tindakannya itu. Dan semenjak saat itu, saya mengikutinya. Pengalaman itupun teringat terus sebagai pengalaman “kantung kembung” yang mengagumkan. Namun, yang membuatku lebih kagum adalah Pak guru yang telah mengajarinya tentang tindakan itu. Aku ingin sekali bertemu, siapa gerangan guru itu.
Namun belakangan aku tahu, bahwa guru yang dia maksud adalah yang telah meninggal enam bulan lalu. Almarhum juga pernah mengajariku sewaktu SD. Beliau memang guru yang cinta bersih sekaligus sangat senang dengan hijau. Saya teringat bagaimana almarhum begitu bersemangat menanam pohon di seantero sekolah. Hasilnya, sekolahku yang juga sekolah sepupuku itu menjadi sangat hijau dan sejuk. 

Terbatas   
            Pelajaran yang diberikan oleh sepupuku, setidaknya membuat saya sadar akan dua hal. Pertama, lebih mudah menanamkan kebiasaan pada anak-anak. Kedua, guru benar-benar memiliki pengaruh besar terhadap kebiasaan seorang murid.
            Namun, saat ini jarang saya melihat guru mulai dari guru TK hingga dosen yang betul-betul memerhatikan mengenai penanaman kebiasaan yang baik, terutama mengenai kebiasaan peduli terhadap lingkungan. Mengapa saya berani berkata demikian. Karena saat ini belum jamak guru yang betul-betul memiliki karakter yang peduli terhadap lingkungan. Meskipun ada, namun sangat minoritas. Sehingga tak mengherakan jika salah satu SMP di Surabaya yang baru-baru ini diberitakan mengembangkan sekolah ramah lingkungan hanya di-handle oleh empat guru. Padahal jika kita jeli, tentu kita akan bertanya, mengapa hanya empat saja ??? Mana guru yang lain ??? Sebuah sekolah tentu memiliki banyak guru.
            Terlepas banyak atau tidak. Tentu kita paham betul, bahwa Indonesia bahkan dunia membutuhkan insan-insan yang peduli terhadap lingkungan. Ihwal tersebut dikarenakan masalah lingkungan saat ini betul-betul telah mengganas. Kurangnya manusia yang peduli terhadap lingkungan menambah buruk permasalahan lingkungan. 

                                                  Sumber foto: www.kfk.kompas.com
Sampah adalah salah satu permasalahan lingkungan yang saat ini cukup memprihatinkan. Kurangnya pribadi yang sadar dan peduli terhadap lingkungan menyebabkan banyak manusia yang membuang sampah sembarangan.
            Sejurus dengan hal tersebut, kita tahu betul bahwa permasalahan lingkungan banyak disebabkan oleh manusia sendiri. Manusia-manusia yang memusuhi lingkungan karena mengejar keuntungan. Atau manusia yang sebenarnya tidak berbekal pengetahuan tentang lingkungan sehingga melakukan tindakan merusak lingkungan. Namun kita harus tahu, terima atau tidak, manusia jaman sekarang yang tidak menaruh belas kasih terhadap lingkungan adalah produk masa lalu. Produk masa lalu yang gagal karena tidak dididik menjadi pribadi yang sadar dan peduli terhadap lingkungan. Kegagalan itu bisa saja disebabkan karena kurang atau bisa saja belum adanya pendidik di masa lalu yang intens mengajarkan kepedulian terhadap lingkungan. Atau bisa saja dikarenakan belum ada penjelasan terperinci mengenai tindakan-tindakan yang dapat merusak lingkungan.

            Jadi jika kita memetakan secara runut, penyebab permasalahan lingkungan saat ini adalah keterbatasan manusia yang sadar dan peduli terhadap lingkungan serta maraknya tindakan merusak lingkungan yang didasari ketidaktahuan. Dan kedua hal tersebut, mau tidak mau diembankan oleh tugas para pendidik. Yakni tugas mengajar dan mendidik manusia menjadi pribadi yang sadar dan peduli terhadap lingkungan serta tugas menebarkan pengetahuan tentang lingkungan. Jadi saat ini, kita membutuhkan pendidik yang bisa mengemban tugas tersebut.

Pendidik Peduli Lingkungan
            Sebagai pendidik, baik guru TK, SD, SMP, bahkan dosen sebenarnya memiliki kesempatan –jika tak mau disebut tugas- untuk mengajarkan kepedulian terhadap lingkungan. Sebab, perihal lingkungan tidak hanya milik guru biologi semata, karena lingkungan tidak sebatas biologi atau ilmu alam lainnya. Lingkungan mencakup bidang yang lebih luas. Mencakup semua sendi kehidupan. Semisal, bidang ekonomi yang telah mengembangkan konsep green economy, yakni konsep ekonomi yang ramah lingkungan. Atau disiplin ilmu psikologi dapat mengajarkan mengenai eko etika, yakni etika yang sejalan dengan ekologi alam. Jadi setiap pendidik baik dari latar belakang pendidikan apapun memiliki kesempatan untuk menjadi pendidik yang peduli lingkungan (teachers go green).

                                                     Sumber foto: www.forum.uii.ac.id
Penanaman pohon di sekolah adalah salah satu bentuk aksi nyata yang dapat dilakukan oleh para guru. Selain berpartisipasi langsung dalam menyelamatkan bumi, kasi tersebut akan menjadi pelajaran nyata bagi para siswa.

                Banyak hal yang dapat diajarkan para pendidik yang peduli lingkungan atau teachers go green. Misalnya, mengajarkan untuk membuang sampah pada tempatnya, menanam pohon, daur ulang, penciptaan produk ramah lingkungan, energi terbarukan, dan lain-lain. Dan semakin tinggi ranah pendidikan tentu kemampuan seorang pendidik pun meningkat. Dengan itu, kemampuan dalam mengajarkan tentang lingkungan pun semakin meningkat pula. Sebut saja guru SMA atau dosen yang tentu memiliki kapasitas yang lebih tinggi sehingga muatan pengetahuan lingkungan yang dapat diajarkannya pun menjadi lebih tinggi.
Jadi dengan teachers go green, permasalahan pribadi peduli lingkungan yang minim serta keterbatasan pengetahuan lingkungan saat ini sedikit demi sedikit bisa terselesaikan. Meskipun suara pesimistis yang mengatakan bahwa hal tersebut akan bertabrakan dengan sistem yang terlampau kuat, atau politik lingkungan yang kotor.  Namun, dengan total guru di Indonesia sebanyak 2,7 juta orang (Ditjen PMPTK 2009) tidaklah mustahil. Dengan jumlah yang terbilang banyak tersebut, para pendidik dapat mendatangkan dampak yang cukup besar jika semuanya mengabdikan diri sebagai teachers go green. Namun yang mesti digarisbawahi, sebagai pendidik yang mengajarkan kepedulian terhadap lingkungan, haruslah dimulai dari diri sendiri. Tidaklah berefek apa yang kita sampaikan jika tak nampak nyata dalam sikap.

                                           Sumber foto: www.uplmpa.unsoed.ac.id
Para siswa juga dapat melanjutkan aksi nyata dengan menanam pohon. Dengan mengajar siswa tentang pentingnya lingkungan, akan tertanam kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan
            Maka dari itu, mari kita tuntaskan permasalahan lingkungan dengan menjadi teachers go green. Baik yang telah maupun yang belum menjadi pendidik. Dengan semangat mendidik. Goreskan tinta sejarah bahwa pendidik mampu menjadi megaaktor dalam menyelamatkan lingkungan. Jangan sampai pengalaman “kantung kembung” betul-betul punah karena kurangnya pendidik yang peduli terhadap lingkungan. Mari menjadi pendidik. Pendidik yang peduli lingkungan. Say no to damaging the environment, say yes to teachers go green.

Fote note:
1.    Mandar adalah salah satu nama suku yang berada di Provinsi Sulawesi Barat.

Sumber Referensi:




1 komentar: